Ada sesuatu yang mengejutkan saya beberapa hari lalu, di sebuah pertemuan dengan beberapa orang peserta kelas digital marketing dasar. Dalam pertemuan tersebut, saya membagikan materi tentang 'Bagaimana Menarik Perhatian ditengah Kerumunan'. Di sesi berikutnya, saya membagikan tentang Lead Magnet Design, atau 'Bagaimana Memasang Feedback dengan Teknik Brand Generosity Design. Kemudian tiba sesi tanya jawab.
Seorang peserta mengacungkan jari ingin bertanya. Saya persilahkan bertanya.
"Saya sudah lama berjualan. Tapi sampai sekarang susah banget laku. Satu minggu kadang cuma laku 1 piece. Padahal saya hampir setiap hari posting jualan saya di sosial media. Tapi jangankan membeli, mampir ke toko saya saja jarang. Saya bingung mau pakai strategi jualan seperti apa", ucapnya dengan putus asa.
Saya tanya balik ibu itu. "Sudah berapa lama ibu berjualan online?"
"Satu bulan pak. Saya pikir jualan online itu hanya upload gambar produk kita, dicantumin harga, trus langsung laku. Ini sudah hampir seminggu sejak saya posting, satupun tidak ada yang menyukai jualan saya. Jujur saya langsung shock. Hape di tangan hampir jatuh dengar cerita ibu itu.
Bayangkan saja, saya sudah belajar marketing sejak tahun 2014. Artinya sudah 6 tahun saya belajar, terkadang jualan saya masih juga belum laku. Yang artinya saya masih harus trial and error berkali kali. Begitu terus sampai ketemu cara yang efektif buat promosi dagang.Ini baru jualan sebulan kok sudah mengeluh dan putus asa.
Semua butuh PROSES untuk bisa menaklukkan dunia internet marketing. Dan hanya orang-orang yang setia dan disiplin melakukan perbaikan yang bisa berhasil. Jika hanya dengan posting gambar dagangan di media sosial Anda pikir sudah cukup mendatangkan pelanggan, artinya pondasi bisnis Anda sangat lemah.
Kenapa? Karena model berjualan seperti itu sangat mudah ditiru. Semua penjual pasti melakukan hal yang sama seperti yang Anda lakukan. Dan kalau cara berjualan seperti itu dilakukan semua orang, pembeli akan punya banyak pilihan dan mudah beralih ke penjual lainnya. Akibatnya barang menumpuk di gudang. Anda akan mudah tersingkir dari daftar penjual pilihan pembeli.
Menurut penelitian yang dilakukan Oxfam di awal 2017, faktanya hanya 1% orang terkaya di dunia yang menguasai lebih dari 50% dari seluruh kekayaan dunia. Di jaman now, siapa yang dominan akan semakin mendominasi dan mereka yang terpuruk akan semakin terpuruk. Meminjam istilah WINNER TAKES ALL.
Kembali ke kasus online shop yang langsung putus asa karena barangnya 1 bulan jarang dibeli.
Pertama kita harus memiliki cara pandang yang benar dulu tentang marketing. Jangan-jangan kita memandang marketing itu dengan cara yang sala sehingga kita tidak bisa mengelola ekspektasi dengan tepat.
Karena kita lihat dagangan orang lain yang produknya sama dengan kita bisa laku berpuluh puluh pieces dalam sehari, kita lantas merasa gagal ketika melihat kenyataan dagangan kita tidak laku satupun. Padahal mungkin saja ia sudah pernah mengalami apa yang kita alami saat ini.
Guru marketing dunia, Seth Godin mengkategorikan 2 jenis aktifitas dalam marketing berdasarkan tujuan dan dampaknya.
- Aktifitas marketing yang dikategorikan sebagai Brand Marketing (BM)
- Aktifitas marketing yang dikategorikan sebagai Direct Response Marketing (DRM)
Brand Marketing (BM) ini ibarat vitamin atau suplemen alami yang didapat dari sayur dan buah. Dikonsumsi setiap haripun tidak akan ada masalah. Anda makan sayur, buah, multivitamin, tujuannya memang untuk sehat dan bugar dalam jangka panjang. Sedangkan pada Direct Response Marketing (DRM), penggunaan vitamin atau suplemen tersebut harus ikut aturan pakai. Dampaknya memang bisa dirasakan langsung. Namun jika dipakai terus menerus akan menimbulkan masalah kesehatan pada penggunanya. Sebut saja stamina booster, viagra, dan lain lain.
Coba Anda perhatikan tulisan-tulisan yang bermuatan marketing. Apakah tulisannya bermuatan Brand Marketing atau Direct Response Marketing. Dari awal tulisan akan bisa terbaca, tujuan dari tulisan tersebut, apakah untuk BM atau DRM.
Menulis untuk BM artinya, tulisan tersebut concern memberi VALUE ke pembaca yaitu menumbuhkan product brand, corporate brand ke pembaca dengan orientasi jangka panjang. Dampaknya memang tidak bisa dirasakan langsung di penjualan produk, namun akan merekatkan ingatan pembaca terhada brand produk tersebut. Bagaimana VALUE tersebut membawa manfaat bagi pembaca. Akan berkekuatan untuk mendongkrak DRM Anda, dibanding yang hanya berorientasi pada DRM.
Sedangkan tulisan-tulisan yang dikategorikan sebagai DRM tujuannya untuk memenuhi target-target marketing jangka pendek yang sudah ditetapkan sejak awal. Pada prakteknya ilmu-ilmu Copywriting, Hypnowriting, ataupun Softselling bahkan Hardselling masuk kedalam DRM. Sebaiknya hindari pemakaian teknik-teknik tersebut terlalu sering/overdosis. Semakin sering digunakan maka semakin gampang pembaca mengenali trik tersebut. Akibatnya, ketika pembaca sudah mulai bosan dan mencari yang lebih menarik, maka penjual harus mencari trik baru untuk menarik kembali perhatian pembaca.
Dijaman sekarang ini, promosi-promosi yang ditujukan untuk Brand Marketing harusnya diberi perhatian lebih banyak. Saat Anda promosi dengan komposisi 80% BM, 20% DRM, artinya Anda lebih banyak MEMBERI Value kepada pembaca, endingnya orang-orang akan beli produk Anda karena merasa terwakilkan lewat produk Anda. Namun bila Anda promosi dengan komposisi 100% DRM, artinya Anda hanya MEMINTA pembaca untuk membeli,tanpa kasih pemahaman kenapa produk Anda harus dibeli.
Kenapa strategi penjualan yang menggunakan BM lebih efektif dibandingkan DRM? Ini alasan dari sisi ilmiahnya.
Secara alamiah, manusia akan akan membalas budi dari apa yang diterimanya. Ini yang dinamakan RECIPROCITY. Semakin banyak ia menerima kebaikan, maka secara alami ia akan membalas kebaikan yang sudah ia terima. Meski niat si pemberi tanpa pamrih, tetap saja kebaikan tersebut akan menerima balasan secara tidak langsung. Bisa saja dengan merekomendasikan orang atau produk tersebut ke teman atau relasinya.
Itu sudah hukum alam. Itulah yang disebut dengan BRAND GENEROSITY. Atau kemurahhatian sebuah brand. Prinsip BM mengajarkan kita untuk lebih banyak MEMBERI daripada MEMINTA. Bisa rugi dong kalau begitu?
Kalau Anda berpikir jangka pendek, memang seolah-olah rugi. Tapi dijaman now yang serba digital, dan hampir semua orang menggunakan media sosial, berita kebaikan begitu cepat tersebar. Media sosial membuat informasi beredar begitu cepat. WORD OF MOUTH begitu berkuasa di media sosial. Semua bisa berjalan tanpa direncanakan.
Orang-orang yang sering menerima kebaikan Anda lewat tulisan-tulisan Anda akan MEMBERI hal yang sama tanpa direncanakan. Semakin kuat nilai yang Anda tanamkan lewat tulisan Anda, maka semakin besar manfaat dan pengaruh yang mereka dapatkan. Demikian sebaliknya.
Ada pula namanya MERE EXPOSURE EFFECT. Ini artinya pembaca memiliki kecenderungan menyukai apa yang sering mereka temui. Berbeda dengan postingan DRM, postingan BM lebih disukai karena banyak Value yang didapat oleh pembaca. Artinya bila postingan Anda banyak disukai, akan menciptakan lebih banyak momen interaksi antara Anda dengan pembaca. Inilah yang menciptakan kedekatan antara Anda dengan pembaca. Bahkan postingan Anda akan terus dinanti.
Berbeda jika postingan Anda isinya jualan melulu. Bukan semakin mendekat, mereka bahkan akan menyingkir perlahan. Beruntung jika Anda tidak di block atau unfriend. Anda pasti pernah lihat teman di media sosial yang modelnya seperti itukan?
Dan tidak mengherankan jika tahun 2011 NIKE menarik 40% budget marketing untuk dialihkan ke marketing dengan model BM. Muncullah Nike+, NikeFuelBand, dan lain-lain.
Inilah alasan kenapa BM porsinya harus lebih besar daripada BRM.
BM dan DRM pada prakteknya bisa dikombinasikan. Yang penting polanya harus diperhatikan. Jangan sampai niat tulus untuk memberi value ke pembaca endingnya malah disalahartikan oleh pembaca. Kalau formatnya 50% BM 50% DRM, pembaca pasti bisa menebak modusnya. Terlihat ga ikhlas memberi. Tapi kalau 100% BM kapan bisa balik modal?
Seth Godin adalah contoh orang yang terus menerus kasih BM tanpa kenal lelah. Lihat sekarang, bagaimana majalah-majalah bisnis rela antri untuk bisa mewawancarai dia. Penerbit berebut untuk menerbitkan bukunya. Dalam waktu 5 tahun, dia cuma absen menulis sebanyak 22 hari. Artinya, dia sudah menulis sebanyak 1803 tulisan. Gila banget kan?
Kalau saya mungkin tidak sanggup meniru dia. Prinsipnya kalau bisa, BM dan BRM harus dikombinasikan dengan tepat. Berdasarkan pengalaman mengamati pola marketing brand-brand besar, pola 80% BM 20% DRM sudah tepat.
Tapi masing-masing brand pasti punya pola dan ukuran sendiri. Yang terbaik adalah, uji coba pola BM dan DRM atau kombinasi keduanya terhadap produk/barang Anda. Jangan lelah untuk terus berjuang, trial and error sampai mendapat pola yang terbaik.
Okay, that's all from me. Have a great revenue:D
Cheers,
Lusiaa Siregar
0 komentar:
Posting Komentar